Berikut Tips Wawancara Kerja dari Drs. Waid, MBA.Ed. salah satu dosen UNSOED
Pada suatu kesempatan UNSOED mengadakan rekruitmen atas permintaan sebuah perusahaan PMA (Penanam Modal Asing). Pesertanya tercatat 400 orang alumni yang datang dari beberapa PTN dan PTS di wilayah Jawa Tengah. Rekrutmen ini berlangsung dua hari. Hari pertama adalah test akademik dan psikotest. Delapan puluh persen (80%) peserta dinyatakan lulus test tersebut. Pada hari kedua diadakan test wawancara. Alangkah mengejutkan hasilnya. Dari peserta test wawancara hanya sekitar 40% yang pantas dinyatan lulus. Pada hal perusahaan telah mentarget minimal 60% dari peserta yang lulus test hari pertama dapat diterima kerja.
Penyebabnya dapat ditebak, mereka tidak mengusai keterampilan wawancara. Padahal test wawancara secara subtansial lebih mudah dari pada test akademik. Tingkat kesulitan berpikir dalam wawancara jauh lebih mudah dari pada test akademik. Justru karena dianggap mudah, banyak diantara mereka yang tidak secara khusus mempersiapkannya, baik melalui pelatihan maupun belajar otodidak membaca buku-buku kiat sukses mengikuti test wawancara.
Test wawancara kelihatan sepele tapi sangat menentukan dalam memasuki dunia kerja. Sebab, dengan wawancara seseorang dapat diketahui tidak saja soal keterampilan pendukung (soft skill) seperti sikap, motivasi dan kedewasaan emosinal dan spiritual tetapi soal hard skill seperti kemampuan akademik/professional. Kelihatannya mudah seperti orang bercanda, tetapi hasil wawncara dapat mengungkap karakter sesesorang yang belum terungkap dalam test akademik.
Bisa saja seseorang test akademik atau IPK-nya tinggi tetapi sering gagal dalam menghadapi wawancara. Hal ini terjadi karena yang bersangkutan tidak dapat “mengemas” dirinya secara elegan baik dalam menyampaikan gagasannya maupun penampilannya. Saat wawancara seseorang harus dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk “memasarkan” dirinya kepada pewawancara. Ia gagal dalam menjual gagasannya melalui argumentasi dan penampilanya.
Sri Haryani (2001) membagi test wawancara menjadi 3 (tiga) jenis waancara: 1) wawancara terarah (directed interview); 2) wawancara terbuka (open interview); 3) wawancara menekan (stress interview). Wawancara terarah adalah wawancara yang pertanyaannya sudah disiapkan secara urut oleh pewancara, karena dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diperoleh calon yang cocok. Wawancara terbuka yakni wawancara yang memberikan keleluasan dalam menggali informasi/pengetahuan yang dimiliki calon. Pertanyaan bebas dan mengalir saat wawancara berlangsung. Wawancara menekan sebuah test wawancara yang bersifat menekan calon, biar stress, dibombarir dengan berbagai pertanyaan dan argumen-argumen faktual. Tujuannya untuk mengetahui “daya tahan” calon bila menghadapi situasi yang sangat menekan (stress).
Apa pun jenis wawancara yang akan Anda hadapi, berikut saya memberikan memberikan 10 (sepuluh) tip wawancara yang boleh dikakan “menjual”. Artinya baik segi penampilan dan segi berkomunikasinya dapat meyakinkan si pewancara.
1. Jangan grogi. Jangan panik dan gemetaran saat menghadapi pewancara. Banyak diantara mereka yang grogi dalam mengawali wawancara, cermin tidak percaya diri dan miskin pengalaman dalam wawancara karena belum pernah berlatih. Bila grogi berkepanjangan, sudah menunjukkan betapa tidak kredibelnya Anda bila menghadapi masalah. Betapa Anda selama ini miskin pengalaman dalam menghadapi masalah.
Kondisi grogi terjadi karena Anda merepresentasikan pewancara secara belebihan ke dalam pikiran Anda. Perlu diketahui bahwa pikiran akan mempenagaruhi tindakan, Bila pikiran Anda menganggap pewancara itu “menakutkan” dan ditambah ketidakpercayaan diri yang berlebihan, maka rasa grogi semakin bertambah.
2. Pakaian rapi dan sopan. Pakain menunjukkan kepribadian, dalam wawancara pakailah pakain formal yang mencerminkan profesionalisme. Jangan memakai perhiasan yang berlebihan khususnya bagi wanita. Pakain muslim pada umumnya tidak dipermasalahkan.
3. Duduklah
dengan rileks dan sopan. Tidak semua orang menyukai duduk dengan kali
melipat. Pandangan mata juga rileks, dengan menatap si pewancara. Jangan
terlalu sering menundukkan kepala dengan mata menatap ke bawah. Sebab
yang seperti itu menunjukkan seorang yang pemalu.
4. Pelajari
dulu profil perusahaan/organisasi. Sedapat mungkin, sebelum wawancara,
mempelajari dulu profil perusahaan/organisasi yang sedang dilamar. Cari
buku profil perusahaan melalui teman yang sudah bekerja di sana atau
melalui situs internet. Hal ini tidak saja untuk menunjukkan keseriuasan
Anda untuk bisa diterima di perusahaan tersebut, tetapi akan
memudahkan komunikasi dalam wawancara. Pengetahuan Anda tentang profil
perusahaan mempermudah Anda dalam wawacara sekaligus meningkatkan point
(nilai) wawancara.
5. Tunjukkan
minat Anda terhadap pekerjaan yang sedang dilamar. Pewawancara selalu
mencari calon yang memiliki keinginan kuat untuk maju. Pewancara juga
sangat menyukai calon yang suka terhadap tantangan. Sayangnya, banyak di
antara calon yang motivasi kerjanya rendah. Banyak calon yang terjebak
dalam pertanyaan : Apa motivasi kerjanya? Sekitar 75 persen --utamanya
yang tidak memiliki skill wawancara—menjawab hanya mencari pengalaman
dan coba-coba. Jawaban seperti ini merupakan jawaban “kampungan” yang
tidak berbobot sama sekali.
Jawaban yang diiginkan sebenarnya adalah jawaban yang mencerminkan
Anda memiliki minat kuat terhadap pekerjaan itu. Bukan sekedar mencari
pengalaman, tetapi pekerjaan itu merupakan salah satu bidang yang
diminatinya sejak kuliah/sejak dulu. Sekaligus menunjukkan beberapa
bukti bahwa Anda benar-benar berminat di bidang itu, dengan menekankan
bahwa pekerjaan tersebut sangat menyenangkan dan menantang untuk
dimasukinya.
6. Ttunjukkan
kekuatan-kekuatan (bakat) yang relevan dan cara mengatasi kelemahan
yang Anda miliki. Pertanyaan seperti ini kelihatannya mudah untuk
menjawabnya, tetapi sesungguhya menjebak. Dalam arti Anda ngelantur
dalam memberikan jawaban, yakni jawaban-jawaban yang tidak semestinya.
Kongkritnya, Anda tidak menceritakan kekuatan-kekutan relevan dan cara
mengatasi kekurangan yang Anda miliki, namun jawabannya sekenanya.
6. Jawablah
dengan logis, runtut dan proporsional. Wawancara adalah teknik
menggali ide dan iformasi secara porposional. Artinya baik calon maupun
si pewancara harus terlibat dalam komunikasi yang intens, atau
gayeng/akrab. Sayangnya, banyak calon yang kalau ditanya, jawabnya hanya
patah-patah, satu pertanyaan dijawab dengan satu kalimat datar saja.
Kemampuan menjawab, adalah cermin kemampuan intelektual, wawasan dan
cara menyusun sebuah bangunan logika.
Tetapi bukan berarti bicara selebar-lebarnya, sehingga si pewancara
tidak kebagian waktu untuk bertanya lagi . Memberikan jawaban yang
berlebihan menunjukkan calon tidak tahu “adat” atau beretika
komunikasi.
7. Kontrol
suara dan bahasa non verbal. Bicaralah dengan sara yang cukup, jangan
terlalu lirih sehingga pewancara sering meminta penjelasan tambahan.
Agar bicaranya lebih efektif gunakan bahasa non verbal (ekspresi wajah,
gerakan tangan dan sebagainya) seperlunya. Jangan over acting, melainkan
berikan efek tertentu dengan bahasa non verbal yang tepat pada
kata-kata tertentu sehingga memberikan “makna khusus” pada kata
tersebut.
7. Ikuti
gaya bicara pewawancara. Gaya bicara seseorang berbeda-beda. Adaya yang
bicaranya cepat, ada yang bicaranya pelan dengan intonasi (penekanan)
yang mantap, dan ada yang bicaranya tidak terlalu cepat, sistematis dan
humoris. Ikuti saja gaya pewancara agar mudah sinkron, mudah nyambung
dan gayeng/akrab. Sebab, jika pewancara bergaya cepat, sementara Anda
bicaranya terlalu lambat dengan nada sangat berat, maka pewancara kurang
menunjukkan minatnya
8. Tunjukkan
kedewasaan dan wawasan Anda. Selama wawan cara tunjukkan secara
eksplisit bahwa Anda adalah calon yang memiliki kedewasaan dalam
bertindak. Dalam hal ini Anda hendaknya dapat memeprlihatkan sikap-sikap
Anda dalam bertindak atau mengambil keputusan bahwa Anda adalah orang
yang memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi, termasuk dalam setiap
menghadapi resiko dan tantangan kerja.
Tujukkan pula bahwa Anda memiliki wawasan yang luas tidak saja soal
kompetensi akademik, melainkan yang non akademik seperti pengetahuan
umum yang sangat ngetrend saat ini. Keluasan wawasan Anda menunjukkan
Anda seorang yang haus akan pengetahuan baru. Perusahaan mana pun sangat
menyukai calon yang selalu haus akan pengetahuan baru.
9. Bila
ditanya besarnya gaji, jawablah secara moderat, kecuali profesi
marketing. Yang dimaksud dengan moderat adalah tidak terlalu rendah dan
tidak terlalu tinggi. Bila jawaban Anda terlalu rendah menunjukkan Anda
kurang pede, kurang yakin dengan skill yang dimiliki saat ini. Bila
terlalu tinggi, memberikan kesan bahwa Anda termasuk tipe penuntut.
Tidak semua perusahaan suka terhadap tipe ini. Paling aman adalah
mempertimbangkan gaji dengan standard UMR (upah minimum regional) sebgai
patokannya.
Tetapi khusus untuk profesi marketing, akan lebih disukai calon
yang berambisi gaji tinggi. Hal ini terkait dengan bonus yang akan
diterima. Gaji seorang marketer biasanya terkait erat dengan target
omzet yang diperoleh. Menentukan gaji tinggi boleh, asal mampu memenuhi
target. Menentukan gaji dan bonus tinggi mencerminkan Anda orang yang
sangat percaya diri dalam menjual.
10. Jujur.
Kejujuran merupakan salah satu nilai agung, nilai universal yang
dijunjung tinggi dimana pun kita berada, dan apa pun profesi kita. Anda
–selama wawancara berlangsung—boleh saja menunjukkan kepiawaian bicara
berikut penampilan yang elegan serta bangunan logika yang kokoh, namun
jika kejujuran dilanggar, semuanya itu akan gugur. Maka bicaralah
secara jujur dan terbuka, sikap rendah hati, terbuka, tidak
menutup-nutupi manakala tidak bisa menjawab jauh lebih berharga
ketimbang jawaban yang dibungkus dengan kebohongan.
Perlu dicatat bahwa setiap pewancara, bisa membaca setiap
kebohongan yang Anda berikan. Tidak saja melalui analisis faktual hasil
wawancara, tetapi ekspresi wajah bohong sangat mudah dikenali oleh
setiap pewancara profesional. Selamat mencoba, semoga sukses.
0 comments:
Post a Comment